
JAKARTA, IDNPost.id — Kejaksaan Agung Republik Indonesia mengungkap skandal korupsi dalam proyek pengadaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) tahun 2020–2022.
Total nilai proyek pengadaan Chromebook untuk 1,2 juta unit mencapai Rp9,3 triliun, yang bersumber dari dana APBN dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Namun, negara justru menelan kerugian fantastis sebesar Rp1,98 triliun.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Bundar Jampidsus, Jakarta, Selasa malam (15/7/2025), membeberkan bahwa kerugian negara timbul akibat praktik mark-up dan keuntungan ilegal yang diambil oleh penyedia.
"Kerugian keuangan negara bersumber dari dua hal, yakni software ilegal CDM sebesar Rp480 miliar, dan mark-up harga laptop di luar CDM senilai Rp1,5 triliun. Sehingga total kerugian mencapai Rp1,98 triliun," terang Qohar.
Kejaksaan telah menetapkan empat tersangka dalam kasus ini:
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, serta pasal-pasal terkait di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Skandal ini menjadi tamparan keras bagi dunia pendidikan di Indonesia, yang justru dirusak dari dalam oleh oknum pejabat dan pihak swasta yang seharusnya memperjuangkan akses pendidikan berkualitas bagi pelajar di seluruh penjuru negeri.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Bundar Jampidsus, Jakarta, Selasa malam (15/7/2025), membeberkan bahwa kerugian negara timbul akibat praktik mark-up dan keuntungan ilegal yang diambil oleh penyedia.
"Kerugian keuangan negara bersumber dari dua hal, yakni software ilegal CDM sebesar Rp480 miliar, dan mark-up harga laptop di luar CDM senilai Rp1,5 triliun. Sehingga total kerugian mencapai Rp1,98 triliun," terang Qohar.
Kejaksaan telah menetapkan empat tersangka dalam kasus ini:
- SW, Direktur Sekolah Dasar sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) pada tahun anggaran 2020–2021;
- MUL, Direktur SMP pada periode yang sama;
- IA alias IBAM, Konsultan Teknologi di Kemendikbudristek;
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, serta pasal-pasal terkait di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Skandal ini menjadi tamparan keras bagi dunia pendidikan di Indonesia, yang justru dirusak dari dalam oleh oknum pejabat dan pihak swasta yang seharusnya memperjuangkan akses pendidikan berkualitas bagi pelajar di seluruh penjuru negeri.