
IDN Post - Raja Ampat selama ini dikenal dunia karena keindahan alamnya yang luar biasa.
Gugusan pulau-pulau kecil dengan bukit hijau menjulang di atas laut biru jernih menjadi ciri khas wilayah ini.
Tak heran jika Raja Ampat menjadi destinasi impian para pecinta alam, fotografer, hingga penyelam kelas dunia.
Karena itu, ketika beredar gambar satu pulau yang terlihat rusak, penuh lubang, dan tak lagi hijau, publik pun mempertanyakan keberadaan dan kondisi sebenarnya dari Pulau Gag.
Banyak yang tak menyangka bahwa di tengah kawasan yang dilindungi ini, ada aktivitas pertambangan yang aktif.
Karena itu, ketika beredar gambar satu pulau yang terlihat rusak, penuh lubang, dan tak lagi hijau, publik pun mempertanyakan keberadaan dan kondisi sebenarnya dari Pulau Gag.
Banyak yang tak menyangka bahwa di tengah kawasan yang dilindungi ini, ada aktivitas pertambangan yang aktif.

Lantas di mana letak Pulau Gag?
Secara administratif, Pulau Gag berada di Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya.
Kawasan Raja Ampat ada di kepulauan sebelah utara “Kepala Burung” pulau Papua yang luas.
Penjelasan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, Pulau Gag terpisah dari objek wisata terkemuka Raja Ampat yakni Pulau Piaynemo. Jaraknya kurang lebih sekitar 30 km sampai dengan 40 km.
Luas Wilayah Pulau Gag 6.500 Hektare atau 65 Kilometer Persegi
Menurut Kelompok Studi Kelautan Fakultas Biologi UGM dalam situs webnya menuliskan luas wilayah Pulau Gag ini adalah 6.500 hektare atau 65 kilometer persegi.
Dalam tulisan yang diunggah pada 12 Maret 2010 itu, Kelompok Studi Kelautan Fakultas Biologi UGM mengatakan Pulau Gag punya topografi sebagin besar berbukit dan bergunung dengan puncak tertinggi yakni Gunung Susu berketinggian 350 meter dari permukaan laut, terletak di bagian selatan.
Pulau Gag disebut memiliki potensi sumber daya yang tinggi, meliputi sumber daya mineral, perikanan, ekosistem mangrove, terumbu karang, rumput laut, dan biota laut lainnya.
Terumbu karang di Pulau Gag tersebar luas di hampir seluruh kepulauan.
Di sini banyak ditemukan ikan karang, juga ikan ekor kuning, pisang-pisangan, napoleon, kakatua, kerapu, kakap, dan baronang. Untuk Crustacea, ada jenis Penidae dan kepiting bakau (Scylla).
Disebutkan Kelompok Studi Kelautan Fakultas Biologi UGM, Pulau Gag terletak pada 160 km arah barat laut Kota Sorong.
Menurut Kelompok Studi Kelautan Fakultas Biologi UGM dalam situs webnya menuliskan luas wilayah Pulau Gag ini adalah 6.500 hektare atau 65 kilometer persegi.
Dalam tulisan yang diunggah pada 12 Maret 2010 itu, Kelompok Studi Kelautan Fakultas Biologi UGM mengatakan Pulau Gag punya topografi sebagin besar berbukit dan bergunung dengan puncak tertinggi yakni Gunung Susu berketinggian 350 meter dari permukaan laut, terletak di bagian selatan.
Pulau Gag disebut memiliki potensi sumber daya yang tinggi, meliputi sumber daya mineral, perikanan, ekosistem mangrove, terumbu karang, rumput laut, dan biota laut lainnya.
Terumbu karang di Pulau Gag tersebar luas di hampir seluruh kepulauan.
Di sini banyak ditemukan ikan karang, juga ikan ekor kuning, pisang-pisangan, napoleon, kakatua, kerapu, kakap, dan baronang. Untuk Crustacea, ada jenis Penidae dan kepiting bakau (Scylla).
Disebutkan Kelompok Studi Kelautan Fakultas Biologi UGM, Pulau Gag terletak pada 160 km arah barat laut Kota Sorong.
Sementara, menurut Sistem Informasi Pulau di situs Badan Informasi Geospasial (BIG) menuliskan bahwa Pulau Gag ini tidak berpenduduk.
Citra satelit Pulau Gag pada tahun 2025. (Google Earth)
Apakah Pulau Gag Termasuk Geopark Global UNESCO Raja Ampat?
Dilansir dari unesco.org, Geopark Global UNESCO Raja Ampat, terdiri dari empat pulau utama, yaitu Waigeo, Batanta, Salawati, dan Misool.
Bentang alam yang terpelihara dengan baik, unik, dan langka di kawasan geopark ini memikat pengunjung dan mendorong mereka untuk menyelami lebih dalam nilai estetika yang ditawarkannya.
Struktur geologi geopark, seperti kekar dan patahan yang memfasilitasi erosi dan mengakibatkan terbentuknya pulau-pulau kapur berbentuk khas, ditemukan di Wayag, Kabui, dan pulau-pulau kecil di sebelah timur Misool.
Kawasan Geopark Global UNESCO Raja Ampat mengungkap formasi batuan tertua yang berasal dari 443,8–358,9 juta tahun lalu pada era Silur-Devon, hampir sepersepuluh usia Bumi.
Satuan batuan ini, bersama dengan batuan Mesozoikum di atasnya yang meliputi batuan dasar laut ultramafik, membentuk fondasi batu kapur karst. Khususnya, topografi karst tumbuh subur di satuan batu kapur tua (Eosen) dan muda (Miosen-Pliosen).
Formasi karst kepulauan di Raja Ampat UNESCO Global Geopark diyakini telah dipengaruhi oleh naiknya permukaan air laut selama Periode Kuarter, diikuti oleh proses karstifikasi yang berkelanjutan.
Karstifikasi berkelanjutan ini telah menghasilkan banyak gua, beberapa di antaranya terletak di bawah permukaan laut, menjadikannya tujuan menyelam yang terkenal.
Selain itu, lukisan gua prasejarah yang dibuat oleh penduduk awal kawasan geopark beberapa ribu tahun yang lalu telah ditemukan di tebing batu kapur yang curam dan rongga yang terkikis di sepanjang garis pantai, menyoroti hubungan erat antara warisan geologi dan budaya di Raja Ampat UNESCO Global Geopark.
Pelestarian Taman Geopark Global UNESCO Raja Ampat juga upaya menjaga berbagai warisan Bumi, baik geologis maupun non-geologis. Pendidikan memainkan peran penting dalam menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap planet Bumi dan berbagai kekayaannya.
Raja Ampat Wilayah Zamrud Karst Khatulistiwa
Geopark Raja Ampat merupakan kawasan istimewa berupa gugusan kepulauan karst yang terletak tepat di garis khatulistiwa. Kawasan inipun tidak bisa terlepas dari kawasan megabiodiversitas Papua. Sehingga tidak heran sebagian besar kawasannya masuk ke dalam kawasan konservasi.
Citra satelit Pulau Gag pada tahun 2025. (Google Earth)
Apakah Pulau Gag Termasuk Geopark Global UNESCO Raja Ampat?
Dilansir dari unesco.org, Geopark Global UNESCO Raja Ampat, terdiri dari empat pulau utama, yaitu Waigeo, Batanta, Salawati, dan Misool.
Bentang alam yang terpelihara dengan baik, unik, dan langka di kawasan geopark ini memikat pengunjung dan mendorong mereka untuk menyelami lebih dalam nilai estetika yang ditawarkannya.
Struktur geologi geopark, seperti kekar dan patahan yang memfasilitasi erosi dan mengakibatkan terbentuknya pulau-pulau kapur berbentuk khas, ditemukan di Wayag, Kabui, dan pulau-pulau kecil di sebelah timur Misool.
Kawasan Geopark Global UNESCO Raja Ampat mengungkap formasi batuan tertua yang berasal dari 443,8–358,9 juta tahun lalu pada era Silur-Devon, hampir sepersepuluh usia Bumi.
Satuan batuan ini, bersama dengan batuan Mesozoikum di atasnya yang meliputi batuan dasar laut ultramafik, membentuk fondasi batu kapur karst. Khususnya, topografi karst tumbuh subur di satuan batu kapur tua (Eosen) dan muda (Miosen-Pliosen).
Formasi karst kepulauan di Raja Ampat UNESCO Global Geopark diyakini telah dipengaruhi oleh naiknya permukaan air laut selama Periode Kuarter, diikuti oleh proses karstifikasi yang berkelanjutan.
Karstifikasi berkelanjutan ini telah menghasilkan banyak gua, beberapa di antaranya terletak di bawah permukaan laut, menjadikannya tujuan menyelam yang terkenal.
Selain itu, lukisan gua prasejarah yang dibuat oleh penduduk awal kawasan geopark beberapa ribu tahun yang lalu telah ditemukan di tebing batu kapur yang curam dan rongga yang terkikis di sepanjang garis pantai, menyoroti hubungan erat antara warisan geologi dan budaya di Raja Ampat UNESCO Global Geopark.
Pelestarian Taman Geopark Global UNESCO Raja Ampat juga upaya menjaga berbagai warisan Bumi, baik geologis maupun non-geologis. Pendidikan memainkan peran penting dalam menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap planet Bumi dan berbagai kekayaannya.
Raja Ampat Wilayah Zamrud Karst Khatulistiwa
Geopark Raja Ampat merupakan kawasan istimewa berupa gugusan kepulauan karst yang terletak tepat di garis khatulistiwa. Kawasan inipun tidak bisa terlepas dari kawasan megabiodiversitas Papua. Sehingga tidak heran sebagian besar kawasannya masuk ke dalam kawasan konservasi.
Ekosistem marine dan terestrial Raja Ampat menjadi habitat bagi ratusan jenis unik, langka, dan terancam punah. Juga menjadi rumah bagi berbagai jenis satwa dan tumbuhan endemik, yang tak bisa ditemukan di belahan Bumi manapun.
Beragam suku asli dan pendatang, yang kemudian berbaur menjadi penduduk lokal, turun mewarnai keberagaman budaya di Raja Ampat.
Mereka mewarisi kekayaa budaya yang tak ternilai harganya, berupa benda maupun nirbenda. Semua terekam dengan sempurna, baik dalam bentuk lukisan dindin, baru telur keramat, hingga tari-tarian dan upacara-upacara adat, yang lekat menggambarkan keterkaitan penduduk lokal dengan alam sekitar.
Grafis: rajaampatgeopark.com
Sebagian besar kawasan Geopark berada di bagian tengah Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya. Namun, tidak semua wilayah administratif menjadi batas dari Geopark Raja Ampat.
Sebagai batas perairan, Geopark Raja Ampat menggunakan Kawasan Konservasi Laut Daerah dan Suaka Laut Nasional. Di darat, Geopark Raja Ampat berbatasan dengan wilayah administrasi kabupaten dan cagar alam.
Lantas, Bagaimana Nasib Pulau Gag?
Pemerintah menegaskan, aktivitas tambang nikel yang dilakukan PT Gag Nikel (PT GN) di Pulau Gag, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, telah berjalan sesuai ketentuan perundang-undangan.
Meski legal, publik tetap menyoroti dampak lingkungan dari tambang terbuka di wilayah Raja Ampat yang selama ini dikenal sebagai salah satu kawasan konservasi laut dan daratan paling kaya di dunia.
Bupati Raja Ampat, Orideko Burdam, pada Senin (9/6/2025) menyampaikan bahwa masyarakat Pulau Gag tidak ingin tambang milik PT Gag ditutup.
"Saya dapat pesan dari masyarakat Pulau Gag Nikel untuk sampaikan kepada Bapak Menteri Bahlil, mereka tidak mau Pak Menteri tutup tambang itu, yang masyarakat inginkan itu," tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama, Bupati juga menyatakan bahwa masyarakat adat telah menyetujui kegiatan penambangan nikel.
"Jadi ini masyarakat-masyarakat adat yang punya wilayah-wilayah ini benar mereka sudah tanda tangan persetujuan," katanya dikutip dari laman Kompas.com, Selasa (10/6/2025).
Namun, ia juga mengatakan bahwa proses persetujuan tersebut dilakukan tanpa melibatkan pemerintah daerah.
"Mereka lakukan ini tanpa adanya koordinasi, konfirmasi dengan kami yang ada pemerintah," imbuhnya, seraya menyampaikan bahwa seharusnya pemerintah bisa memberi pemahaman sebelum persetujuan diberikan.
Salah satu alasan masyarakat masih mendukung aktivitas tambang adalah karena belum terlihat adanya pencemaran yang nyata. Sebagian besar air laut dinilai masih jernih.
Tanggapan Ahli BRIN
Menanggapi hal ini, Kepala Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan BRIN, Andes Hamuraby Rozak, menegaskan bahwa dampak pertambangan tidak bisa diukur dalam jangka pendek.
“10–20 tahun mendatang, dampaknya baru akan terasa,” ujarnya, Senin siang.
Andes menjelaskan bahwa dalam jangka panjang, air tanah akan berubah kualitasnya akibat kerusakan vegetasi di atas permukaan tanah. “Rusaknya tutupan lahan akan mempengaruhi kualitas air tanah,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa hutan memegang peran penting dalam menjaga kualitas air. Ketika hutan berkurang karena pembukaan lahan, penurunan kualitas air tanah hanya tinggal menunggu waktu.
“Sedimen dari limbah tambang akan merusak terumbu karang yang menjadi rumah bagi ikan-ikan. Ini akan menyebabkan migrasi ikan ke tempat yang lebih cocok untuk tinggal,” katanya.
Andes menekankan bahwa dampak lingkungan dari aktivitas manusia sering kali baru terlihat setelah bertahun-tahun berlalu. Karena itu, ia berharap semua pihak yang memiliki kewenangan dapat memandang Raja Ampat sebagai satu kesatuan ekosistem yang utuh.
Perlindungan tidak bisa hanya difokuskan pada kawasan wisata, melainkan harus mencakup seluruh ekosistem yang saling berkaitan.
Dengan pandangan menyeluruh ini, pengawasan dan tindakan pencegahan dapat dilakukan lebih tepat untuk mencegah kerusakan lingkungan yang membahayakan keanekaragaman hayati.
“Karena sekali tempat ini rusak, hasil perbaikannya tidak akan pernah sama seperti sedia kala,” pungkas Andes.
Menteri LH: Tidak Berdampak Serius terhadap Lingkungan Raja Ampat
Terpisah, Menteri Lingkungan Hidup (LH), Hanif Faisol Nurofiq, mengatakan bahwa kegiatan tambang nikel yang dilakukan anak usaha Antam, PT GAG Nikel (PT GN), tidak berdampak serius terhadap lingkungan di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya.
"Pelaksanaan kegiatan tambang di PT GN ini relatif memenuhi kaidah-kaidah lingkungan, artinya bahwa tingkat pencemaran yang tampak oleh mata itu hampir, hampir tidak terlalu serius," kata Hanif, Minggu (8/6/2025).
Hal tersebut disampaikan Hanif berdasarkan pemantauan dari citra satelit dan drone yang dilakukan oleh tim Kementerian Lingkungan Hidup pada Mei 2025 yang lalu.
Hanif mengatakan, Kementerian Lingkungan Hidup mencatat luas area tambang yang dikuasai PT GN di Pulau Gag mencapai 6.030 hektar. Sementara, bukaan lahan yang dilakukan mencapai 187,87 hektar.
(Menurut Kelompok Studi Kelautan Fakultas Biologi UGM dalam situs webnya menuliskan luas wilayah Pulau Gag ini adalah 6.500 hektare atau 65 kilometer persegi.)
Hanif Faisol Nurofiq mengatakan, meski pemantauan awal menunjukkan tidak ada kerusakan lingkungan yang serius, tetap dibutuhkan kajian mendalam untuk mengecek masalah pada terumbu karang yang mengelilingi Pulau Gag tersebut.
"Pulau ini (Pulau Gag) dikelilingi koral (terumbu karang), dengan demikian sangat penting untuk kehidupan kita semua, terutama yang bermuara kepada laut. Jadi ini yang kemudian kita nanti perlu mendalami lagi," ujarnya.
Lebih lanjut, Hanif mengatakan, PT Gag Nikel mengantongi izin melakukan penambangan melalui UU Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2004.
"Jadi sekali lagi kami sampaikan hampir seluruh area di Kabupaten Raja Ampat ini merupakan kawasan hutan, termasuk PT GN ini secara status berada di kawasan hutan lindung," ucap dia.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan bahwa aktivitas tambang nikel yang dikelola oleh PT Gag Nikel di Pulau Gag, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, tidak menunjukkan adanya permasalahan signifikan.
Penilaian ini disampaikan setelah Menteri ESDM Bahlil Lahadalia meninjau langsung lokasi tambang bersama timnya.
“Kami lihat dari atas tadi bahwa sedimentasi di area pesisir juga tidak ada. Jadi overall ini sebetulnya tambang ini nggak ada masalah,” kata Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM, Tri Winarno, saat mendampingi Menteri Bahlil meninjau Pulau Gag, dikutip Minggu (8/6/2025).
Meskipun demikian, Tri menjelaskan bahwa pihaknya tetap menurunkan tim Inspektur Tambang untuk melakukan inspeksi menyeluruh di sejumlah Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) yang berada di Kabupaten Raja Ampat.
Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa seluruh kegiatan pertambangan, termasuk yang dilakukan oleh PT Gag Nikel, berjalan sesuai ketentuan.
“Kalau secara keseluruhan, reklamasi di sini cukup bagus juga, tapi nanti kita tetap menunggu laporan dari Inspektur Tambang seperti apa. Hasil dari evaluasi itulah yang akan menjadi dasar bagi Menteri ESDM untuk mengeksekusi keputusan selanjutnya,” ujar Tri.
Sebanyak 13 Perusahaan Tambang Mendapatkan Hak Spesial di Wilayah Raja Ampat
Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengatakan, PT GAG Nikel (PT GN) dan 12 perusahaan lainnya mendapatkan hak spesial untuk melakukan kegiatan pertambangan di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Hanif mengatakan, mengacu pada Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, kegiatan pertambangan dengan pola terbuka dilarang dilakukan di kawasan hutan lindung.
"Jadi hutan lindung itu tidak boleh dilakukan (tambang nikel) pola terbuka," kata Hanif, Minggu (8/6/2025).
Hanif mengatakan, Undang-Undang tentang Kehutanan melarang kegiatan pertambangan dengan pola terbuka di hutan lindung.
Kemudian, untuk PT GN dan tiga belas perusahaan lainnya diberikan pengecualian melalui UU Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2004.
Dia mengatakan, seluruh kawasan di Kabupaten Raja Ampat merupakan kawasan hutan. Namun, PT GN memenuhi syarat perizinan.
"Tetapi kecuali 13 perusahaan termasuk PT GN ini diperbolehkan melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 sehingga dengan demikian maka berjalannya kegiatan penambangan legal," ujarnya.
Beragam suku asli dan pendatang, yang kemudian berbaur menjadi penduduk lokal, turun mewarnai keberagaman budaya di Raja Ampat.
Mereka mewarisi kekayaa budaya yang tak ternilai harganya, berupa benda maupun nirbenda. Semua terekam dengan sempurna, baik dalam bentuk lukisan dindin, baru telur keramat, hingga tari-tarian dan upacara-upacara adat, yang lekat menggambarkan keterkaitan penduduk lokal dengan alam sekitar.
Grafis: rajaampatgeopark.com
Sebagian besar kawasan Geopark berada di bagian tengah Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya. Namun, tidak semua wilayah administratif menjadi batas dari Geopark Raja Ampat.
Sebagai batas perairan, Geopark Raja Ampat menggunakan Kawasan Konservasi Laut Daerah dan Suaka Laut Nasional. Di darat, Geopark Raja Ampat berbatasan dengan wilayah administrasi kabupaten dan cagar alam.
Lantas, Bagaimana Nasib Pulau Gag?
Pemerintah menegaskan, aktivitas tambang nikel yang dilakukan PT Gag Nikel (PT GN) di Pulau Gag, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, telah berjalan sesuai ketentuan perundang-undangan.
Meski legal, publik tetap menyoroti dampak lingkungan dari tambang terbuka di wilayah Raja Ampat yang selama ini dikenal sebagai salah satu kawasan konservasi laut dan daratan paling kaya di dunia.
Bupati Raja Ampat, Orideko Burdam, pada Senin (9/6/2025) menyampaikan bahwa masyarakat Pulau Gag tidak ingin tambang milik PT Gag ditutup.
"Saya dapat pesan dari masyarakat Pulau Gag Nikel untuk sampaikan kepada Bapak Menteri Bahlil, mereka tidak mau Pak Menteri tutup tambang itu, yang masyarakat inginkan itu," tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama, Bupati juga menyatakan bahwa masyarakat adat telah menyetujui kegiatan penambangan nikel.
"Jadi ini masyarakat-masyarakat adat yang punya wilayah-wilayah ini benar mereka sudah tanda tangan persetujuan," katanya dikutip dari laman Kompas.com, Selasa (10/6/2025).
Namun, ia juga mengatakan bahwa proses persetujuan tersebut dilakukan tanpa melibatkan pemerintah daerah.
"Mereka lakukan ini tanpa adanya koordinasi, konfirmasi dengan kami yang ada pemerintah," imbuhnya, seraya menyampaikan bahwa seharusnya pemerintah bisa memberi pemahaman sebelum persetujuan diberikan.
Salah satu alasan masyarakat masih mendukung aktivitas tambang adalah karena belum terlihat adanya pencemaran yang nyata. Sebagian besar air laut dinilai masih jernih.
Tanggapan Ahli BRIN
Menanggapi hal ini, Kepala Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan BRIN, Andes Hamuraby Rozak, menegaskan bahwa dampak pertambangan tidak bisa diukur dalam jangka pendek.
“10–20 tahun mendatang, dampaknya baru akan terasa,” ujarnya, Senin siang.
Andes menjelaskan bahwa dalam jangka panjang, air tanah akan berubah kualitasnya akibat kerusakan vegetasi di atas permukaan tanah. “Rusaknya tutupan lahan akan mempengaruhi kualitas air tanah,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa hutan memegang peran penting dalam menjaga kualitas air. Ketika hutan berkurang karena pembukaan lahan, penurunan kualitas air tanah hanya tinggal menunggu waktu.
“Sedimen dari limbah tambang akan merusak terumbu karang yang menjadi rumah bagi ikan-ikan. Ini akan menyebabkan migrasi ikan ke tempat yang lebih cocok untuk tinggal,” katanya.
Andes menekankan bahwa dampak lingkungan dari aktivitas manusia sering kali baru terlihat setelah bertahun-tahun berlalu. Karena itu, ia berharap semua pihak yang memiliki kewenangan dapat memandang Raja Ampat sebagai satu kesatuan ekosistem yang utuh.
Perlindungan tidak bisa hanya difokuskan pada kawasan wisata, melainkan harus mencakup seluruh ekosistem yang saling berkaitan.
Dengan pandangan menyeluruh ini, pengawasan dan tindakan pencegahan dapat dilakukan lebih tepat untuk mencegah kerusakan lingkungan yang membahayakan keanekaragaman hayati.
“Karena sekali tempat ini rusak, hasil perbaikannya tidak akan pernah sama seperti sedia kala,” pungkas Andes.
Menteri LH: Tidak Berdampak Serius terhadap Lingkungan Raja Ampat
Terpisah, Menteri Lingkungan Hidup (LH), Hanif Faisol Nurofiq, mengatakan bahwa kegiatan tambang nikel yang dilakukan anak usaha Antam, PT GAG Nikel (PT GN), tidak berdampak serius terhadap lingkungan di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya.
"Pelaksanaan kegiatan tambang di PT GN ini relatif memenuhi kaidah-kaidah lingkungan, artinya bahwa tingkat pencemaran yang tampak oleh mata itu hampir, hampir tidak terlalu serius," kata Hanif, Minggu (8/6/2025).
Hal tersebut disampaikan Hanif berdasarkan pemantauan dari citra satelit dan drone yang dilakukan oleh tim Kementerian Lingkungan Hidup pada Mei 2025 yang lalu.
Hanif mengatakan, Kementerian Lingkungan Hidup mencatat luas area tambang yang dikuasai PT GN di Pulau Gag mencapai 6.030 hektar. Sementara, bukaan lahan yang dilakukan mencapai 187,87 hektar.
(Menurut Kelompok Studi Kelautan Fakultas Biologi UGM dalam situs webnya menuliskan luas wilayah Pulau Gag ini adalah 6.500 hektare atau 65 kilometer persegi.)
Hanif Faisol Nurofiq mengatakan, meski pemantauan awal menunjukkan tidak ada kerusakan lingkungan yang serius, tetap dibutuhkan kajian mendalam untuk mengecek masalah pada terumbu karang yang mengelilingi Pulau Gag tersebut.
"Pulau ini (Pulau Gag) dikelilingi koral (terumbu karang), dengan demikian sangat penting untuk kehidupan kita semua, terutama yang bermuara kepada laut. Jadi ini yang kemudian kita nanti perlu mendalami lagi," ujarnya.
Lebih lanjut, Hanif mengatakan, PT Gag Nikel mengantongi izin melakukan penambangan melalui UU Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2004.
"Jadi sekali lagi kami sampaikan hampir seluruh area di Kabupaten Raja Ampat ini merupakan kawasan hutan, termasuk PT GN ini secara status berada di kawasan hutan lindung," ucap dia.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan bahwa aktivitas tambang nikel yang dikelola oleh PT Gag Nikel di Pulau Gag, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, tidak menunjukkan adanya permasalahan signifikan.
Penilaian ini disampaikan setelah Menteri ESDM Bahlil Lahadalia meninjau langsung lokasi tambang bersama timnya.
“Kami lihat dari atas tadi bahwa sedimentasi di area pesisir juga tidak ada. Jadi overall ini sebetulnya tambang ini nggak ada masalah,” kata Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM, Tri Winarno, saat mendampingi Menteri Bahlil meninjau Pulau Gag, dikutip Minggu (8/6/2025).
Meskipun demikian, Tri menjelaskan bahwa pihaknya tetap menurunkan tim Inspektur Tambang untuk melakukan inspeksi menyeluruh di sejumlah Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) yang berada di Kabupaten Raja Ampat.
Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa seluruh kegiatan pertambangan, termasuk yang dilakukan oleh PT Gag Nikel, berjalan sesuai ketentuan.
“Kalau secara keseluruhan, reklamasi di sini cukup bagus juga, tapi nanti kita tetap menunggu laporan dari Inspektur Tambang seperti apa. Hasil dari evaluasi itulah yang akan menjadi dasar bagi Menteri ESDM untuk mengeksekusi keputusan selanjutnya,” ujar Tri.
Sebanyak 13 Perusahaan Tambang Mendapatkan Hak Spesial di Wilayah Raja Ampat
Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengatakan, PT GAG Nikel (PT GN) dan 12 perusahaan lainnya mendapatkan hak spesial untuk melakukan kegiatan pertambangan di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Hanif mengatakan, mengacu pada Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, kegiatan pertambangan dengan pola terbuka dilarang dilakukan di kawasan hutan lindung.
"Jadi hutan lindung itu tidak boleh dilakukan (tambang nikel) pola terbuka," kata Hanif, Minggu (8/6/2025).
Hanif mengatakan, Undang-Undang tentang Kehutanan melarang kegiatan pertambangan dengan pola terbuka di hutan lindung.
Kemudian, untuk PT GN dan tiga belas perusahaan lainnya diberikan pengecualian melalui UU Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2004.
Dia mengatakan, seluruh kawasan di Kabupaten Raja Ampat merupakan kawasan hutan. Namun, PT GN memenuhi syarat perizinan.
"Tetapi kecuali 13 perusahaan termasuk PT GN ini diperbolehkan melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 sehingga dengan demikian maka berjalannya kegiatan penambangan legal," ujarnya.