
IDN Post - Langkat, Dugaan tindak pidana korupsi di Dinas Pendidikan Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, seperti tak ada habis-habisnya.
Teranyar proyek pengadaan smartboard atau papan tulis pintar yang dilakukan Dinas Pendidikan Kabupaten Langkat tahun anggaran 2024 terendus adanya dugaan korupsi.
Proyek yang menguras anggaran dari APBD ini sebesar Rp 50 miliar, dengan rincian untuk tingkat sekolah menengah pertama (SMP) Rp17,9 miliar, dan sekolah dasar (SD) Rp32 miliar.
Proyek yang menguras anggaran dari APBD ini sebesar Rp 50 miliar, dengan rincian untuk tingkat sekolah menengah pertama (SMP) Rp17,9 miliar, dan sekolah dasar (SD) Rp32 miliar.
Prilaku yang dilakukan oknum di dalam tubuh Dinas Pendidikan Langkat tak ada jeranya, walau sudah menjerat Saiful Abdi selaku kepala dinas pendidikan dalam dugaan korupsi seleksi PPPK Langkat tahun anggaran 2023.
Bahkan, proyek pengadaan smartboard itu diduga menjadi ajang korupsi karena masih banyak ditemukan sarana dan prasarana sekolah yang jauh dari kata layak.
Direktur Lembaga Studi Pengadaan Indonesia (LSPI), Syahrial Sulung pun menuding, proyek pengadaan smartboard dipaksakan.
Bahkan, aktivis korupsi di Kabupaten Langkat itu mengendus adanya indikasi campur tangan penguasa dari sejak proses pengajian anggaran hingga ke tahap pembelian barang.
"Sejak awal kesannya memang dipaksakan, kami curiga proyek ini dibidani langsung penguasa," ujarnya Syahrial, Selasa (13/5/2025).
Proyek pengadaan smartboard yang dilakukan Disdik Langkat terkesan buru-buru alias kejar tayang.
Alasannya untuk pengadaan smartboard khusus SMP, kata Syahrial, tahapannya sudah memasuki proses pembayaran 100 persen sejak 23 September 2024 dan smartboard sudah diserahterimakan.
Dia menyebut terburu-buru karena Perda P-APBD saja ditetapkan pada 5 September 2024.
"Perda P-APBD ditetapkan tanggal 5 september, sementara surat pesanan atau kontrak langsung dibuat pada 12 September yang dilanjutkan dengan serah terima barang pada tanggal 23 September. Hal inilah yang menguatkan kecurigaan kami bahwa proses pengadaan smartboard ini sudah didesain jauh sebelum P-APBD disahkan," ucap Syahrial.
Syahrial menambahkan, pengadaan smartboard tahap I dilakukan dengan metode pembelian barang sistem e-katalog yang tersedia pada situs LKPP.
Produk yang dipilih merek Viewsonic/Viewboard VS18472 75 inch yang dibanderol dengan harga satuan Rp 158 juta ditambah biaya pengiriman Rp 222 juta.
Total barang yang dipesan sebanyak 112 unit atau senilai Rp 17.918.000.000.
Namun anehnya, menurut Syahrial, deskripsi produk yang ditampilkan pada etalase e-katalog LKPP ini tidak mencantumkan nomor SNI.
Sementara, melihat tenggat waktu jadwal yang mepet dari persiapan paket hingga terbitnya Surat Pesanan bernomor: 04/Disdik.002-E.Purch/PA/S.Pes/P.APBD/2024 pada 12 September 2024, pihaknya belum dapat memastikan metode yang dilakukan PPK di sistem e purchasing.
Apakah dengan sistem negoisasi atau mini kompetisi.
Sebab, harga yang tertera di Rencana Umum Pengadaan (RUP) dan yang di kontrak hampir tidak memiliki selisih harga sama sekali.
"Ini gimana aturan mainnya, di RUP Rp 17,920 milyar sementara dikontrak Rp 17,918 milyar. Ini sama dengan tidak ada kompetisi apalagi negosiasi," kata Syahrial.
"Kita mendesak agar Kejati Sumatera Utara (Kejatisu) ataupun Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk menyoroti proyek pengadaan smartboard di Kabupaten Langkat," sambungnya.
Adapun perusahaan penyedia barang yang ditunjuk adalah PT Gunung Emas Ekaputra yang beralamat di Jakarta Barat, dan PT Global Harapan Nawasena.
Dalam penelusuran LSPI pada situs LKPP perusahaan, PT Gunung Emas Ekaputra baru terdaftar sebagai penyedia.
Perusahaan itu sebelumnya hanya sebagai distributor/reseller di bawah naungan PT Tera Data Indonusa.
Sementara itu, Plt Kepala Dinas Pendidikan Langkat, Gembira Ginting saat dikonfirmasi belum memberikan respon.
Bahkan pesan singkat yang dilayangkan melalui pesan singkat WhatsApp juga belum dibalasnya.
Bahkan, proyek pengadaan smartboard itu diduga menjadi ajang korupsi karena masih banyak ditemukan sarana dan prasarana sekolah yang jauh dari kata layak.
Direktur Lembaga Studi Pengadaan Indonesia (LSPI), Syahrial Sulung pun menuding, proyek pengadaan smartboard dipaksakan.
Bahkan, aktivis korupsi di Kabupaten Langkat itu mengendus adanya indikasi campur tangan penguasa dari sejak proses pengajian anggaran hingga ke tahap pembelian barang.
"Sejak awal kesannya memang dipaksakan, kami curiga proyek ini dibidani langsung penguasa," ujarnya Syahrial, Selasa (13/5/2025).
Proyek pengadaan smartboard yang dilakukan Disdik Langkat terkesan buru-buru alias kejar tayang.
Alasannya untuk pengadaan smartboard khusus SMP, kata Syahrial, tahapannya sudah memasuki proses pembayaran 100 persen sejak 23 September 2024 dan smartboard sudah diserahterimakan.
Dia menyebut terburu-buru karena Perda P-APBD saja ditetapkan pada 5 September 2024.
"Perda P-APBD ditetapkan tanggal 5 september, sementara surat pesanan atau kontrak langsung dibuat pada 12 September yang dilanjutkan dengan serah terima barang pada tanggal 23 September. Hal inilah yang menguatkan kecurigaan kami bahwa proses pengadaan smartboard ini sudah didesain jauh sebelum P-APBD disahkan," ucap Syahrial.
Syahrial menambahkan, pengadaan smartboard tahap I dilakukan dengan metode pembelian barang sistem e-katalog yang tersedia pada situs LKPP.
Produk yang dipilih merek Viewsonic/Viewboard VS18472 75 inch yang dibanderol dengan harga satuan Rp 158 juta ditambah biaya pengiriman Rp 222 juta.
Total barang yang dipesan sebanyak 112 unit atau senilai Rp 17.918.000.000.
Namun anehnya, menurut Syahrial, deskripsi produk yang ditampilkan pada etalase e-katalog LKPP ini tidak mencantumkan nomor SNI.
Sementara, melihat tenggat waktu jadwal yang mepet dari persiapan paket hingga terbitnya Surat Pesanan bernomor: 04/Disdik.002-E.Purch/PA/S.Pes/P.APBD/2024 pada 12 September 2024, pihaknya belum dapat memastikan metode yang dilakukan PPK di sistem e purchasing.
Apakah dengan sistem negoisasi atau mini kompetisi.
Sebab, harga yang tertera di Rencana Umum Pengadaan (RUP) dan yang di kontrak hampir tidak memiliki selisih harga sama sekali.
"Ini gimana aturan mainnya, di RUP Rp 17,920 milyar sementara dikontrak Rp 17,918 milyar. Ini sama dengan tidak ada kompetisi apalagi negosiasi," kata Syahrial.
"Kita mendesak agar Kejati Sumatera Utara (Kejatisu) ataupun Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk menyoroti proyek pengadaan smartboard di Kabupaten Langkat," sambungnya.
Adapun perusahaan penyedia barang yang ditunjuk adalah PT Gunung Emas Ekaputra yang beralamat di Jakarta Barat, dan PT Global Harapan Nawasena.
Dalam penelusuran LSPI pada situs LKPP perusahaan, PT Gunung Emas Ekaputra baru terdaftar sebagai penyedia.
Perusahaan itu sebelumnya hanya sebagai distributor/reseller di bawah naungan PT Tera Data Indonusa.
Sementara itu, Plt Kepala Dinas Pendidikan Langkat, Gembira Ginting saat dikonfirmasi belum memberikan respon.
Bahkan pesan singkat yang dilayangkan melalui pesan singkat WhatsApp juga belum dibalasnya.